IAIN Kudus Gelar Konferensi Nasional IPA Islam
KUDUS-Kebijakan Kementerian Agama RI memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI) membuka program studi di luar ilmu keislaman, seperti Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Biologi, Matematika, dan lainnya. Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Kudus menangkap itu sebagai tantangan sekaligus peluang untuk melakukan integrasi ilmu dan pengembangan sains berbasis Islam.
Demikian disampaikan Rektor IAIN Kudus Dr H Mundakir MAg saat National Conference of Islamic Natural Science, Senin (5/11). Selain dirinya, konferensi bertema "Pendidikan Sains Berbasis Nilai-Nilai Islam dan Kearifan Lokal" yang belangsung di aula SBSN lantai II IAIN Kudus juga menghadirkan tiga pembicara.
Mereka merupakan pakar di bidangnya, yakni Drs Agus Purwanto MSi MSc DSc (Jurusan Fisika ITS Surabaya), Dr Mutijah MSi (Program Studi Tadris Matematika IAIN Purwokerto), dan Dr Parmin MPd (Jurnal Pendidikan IPA Indonesia). Konferensi digelar Program Studi Tadris Matematika, IPA, dan Biologi Jurusan Tarbiyah IAIN Kudus. Tidak hanya dosen perguruan tingi keagamaan Islam dan umum, banyak guru IPA, Biologi, dan Matematika yang hadir dalam kesempatan itu.
"IAIN Kudus menangkap tantangan dan peluang itu secara serius. Saat ini kami sedang mempersiapkan gedung laboratorium terpadu yang dilengkapi berbagai fasilitas untuk praktikum mahasiswa dan penelitian dosen," ujar Mundakir.
Bukan hanya itu, menurutnya IAIN Kudus juga secara intensif membangun jejaring dengan para pakar dari berbagai bidang keilmuan, baik Studi Islam, sains, ilmu-ilmu murni, dan lainnya. Semua itu untuk mendukung integrasi ilmu dan pengembangan sains berbasis Islam.
Agus Purwanto mengemukakan, pengembangan sains menjadi syarat yang harus dipenuhi bagi kemajuan sebuah bangsa. Negara dengan penguasaan sains dan teknologi akan mendominasi dan menjadi kiblat bagi peradaban dunia.
Dia menjelaskan, kemajuan sains pada satu sisi membawa berbagai kemudahan dan keuntungan bagi kehidupan manusia. Namun di sisi lain menimbulkan berbagai dampak negatif, mulai dari kesenjangan antara orang kaya dan miskin, eksploitasi dan perdagangan manusia, hingga merebaknya narkoba dan kasus bunuh diri. Hal ini terjadi karena pengembangan sains dan teknologi tidak dilandasi nilai-nilai moral.
"Dalam konteks ini, mayoritas Negara muslim mengalami ketertinggalan dalam penguasaan sains dan teknologi. Karena itu upaya membangun sains berbasis Islam bukan sesuatu yang harus dipaksakan, tetapi sebuah keniscayaan bagi bangsa Indonesia," katanya.
Sementara, Mutijah menawarkan sebuah model integrasi matematika dengan nilai-nilai keislaman dan kearifan lokal budaya. Metode yang digunakan, yakni menjadikan Alquran dan kearifan lokal budaya sebagai sumber ilmu matematika.
Termasuk memperluas kajian karakteristik matematika dalam Alquran dan budaya lokal. Sekaligus menjadikan kebudayaan Islam sebagai kepustakaan matematika dan menumbuhkan karakter pribadi ulul albab yang berkearifan lokal budaya.(H49)
Dikutip dari: Suara Merdeka